Tentang Kita yang Tak Mengerti Makna Kompromi

Jujur, sejak pernah mengalami perasaan ini, aku tak ingin kembali merasakan perasaan ini. Perasaan menyedihkan. Ingin meminta ruang dan waktu tapi tak ingin terlihat mengemis kala tak ada sapa yang berbalik. Nyatanya, manusia memang nggak bisa bergantung sama manusia lain walaupun ada istilah manusia nggak bisa hidup tanpa manusia lain. Kontradiktif.

Saat tanganku terulur dan kondisi butuh seperti ini, aku tak tahu harus ke mana. Siapa yang bisa aku tuju atau manusia mana yang bisa aku jadikan tempat bersandar. Ketika yang aku inginkan hanya bercerita atau sekedar meminta tolong. Semua menjauh. Atau mungkin, hanya aku salah satu yang tak beruntung?

Lagi-lagi, semua memang harus sendiri. Menyelesaikan masalah sendiri, berpikir jalan keluar sendiri dan mengambil sebanyak-banyaknya hikmah sendiri. Manusia lain punya ruang dan waktu yang nggak selamanya bisa berada di jangkauan kita, berada di dekatku saat aku butuh. Atau mungkin, hanya aku salah satu yang tak beruntung?

Itu juga yang buat aku berpikir, apa memang berada dalam situasi lain atau malah hanya enggan untuk berada dalam ruang yang sama? Bahkan untuk sekadar mengulurkan tangan. Entah, rasanya banyak kemungkinan yang malah buatku tampak mengenaskan. Atau mungkin, aku yang terlalu egois? Padahal kalau kata NKCTHI, bumi nggak hanya berputar pada kita, jadi jangan egois!

Berjuang sendiri memang melelahkan. Apalagi saat tahu orang yang aku percayakan akan menemani malah menghilang. Terbesit ingin berbuat jahat pun rasanya kejam. Padahal belajar ikhlas harusnya seumur hidupkan?

Buat apa membalas ketika aku bisa menerima dan diajarkan cara mengikhlaskan. Ikhlas untuk tidak berada dalam sebuah ruang bernama timbal-balik. Karena yang menjauh nggak bisa dibalas dengan menjauh, karena yang nggak peduli nggak bisa dibalas dengan nggak peduli juga, karena yang jahat pun nggak bisa dibalas dengan jahat pula.

Jadi dan lagi-lagi hidup ini memang tentang aku dan masalahku sendiri. Pelajaran hidup yang terus menurus akan menemani. Bukan karena takut dan nggak bisa sendiri, hanya saja, ketika aku meminta, butuh, bahkan terlanjur percaya pada manusia lain yang tiba-tiba menghilang itu jadi terlihat lebih menyedihkan dan aku tak mau itu terulang. Untuk diriku sendiri, ingatkan aku!

Walaupun sempat terpendam niatku untuk pergi dan membalas, tolong kau berbalik dan jangan buatku jadi orang jahat di sini. Karena alih-alih melupakan dan tetap menyambutmu kembali, mungkin aku akan memilih untuk menghilang dan membalasmu. Tapi, kau tenang saja, aku di sini. Aku akan coba untuk tetap ada. Hanya saja, rasa kecewa itu ada.

Lalu, dalam satu sudut di ruang yang kini kutempati, aku tak ingin kau merasakan hal yang sama. Merasakan semua yang kau anggap berada dalam lingkaran yang sama, semua yang kau miliki, manusia lain yang kau anggap tepercaya akan selalu ada berubah menjadi manusia tak kau kenal, menjadi manusia yang tak bisa menerima uluran tanganmu.

Panggil aku, cari aku, dan akan aku usahakan menerima uluran tanganmu, bahkan di saat ruang dan waktuku penuh. Aku masih di sini kok, ngga kemana-mana. Aku masih jadi orang yang kamu kenal, nggak berubah. Kalau kau mengenalku, kau tau ini caraku bercerita saat tak ada yang bisa mendengarkan. Terima kasih dan maaf!

β€”

Akhirnya dapet ide buat nulis lagi. Kali ini flash fiksi dulu ya. Cerpen atau puisinya nanti kalau dapet inspirasi lain haha. Selamat belajar dan berkompromi πŸ™‚

btw, ada satu novel yang sedikit bahas tentang kompromi, judulnya General Wife punya SairaAkira. Tentang Jenderal Akira yang berkompromi dengan istrinya, Asia, untuk keselamatan bayi mereka. Kali aja ada yang mau baca. Selamat puasa!

btw lagi, buat siapapun yang baca ini, doakan aku ya, mungkin bulan Mei atau Juni aku akan sidang. Semoga sidangnya berjalan lancar dan nyaman buatku. Terima kasih sudah berjuang sejauh ini dan mari bertemu di masa depan πŸ˜€

β€”

-30Apr2021

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.